TANGGAL03 S/D 05 MEI 2012. No. MASALAH JAWABAN 1 Putusan Pengadilan Agama tidak menerima gugat-an Penggugat karena bukgugat-an termasuk kewengugat-anggugat-an Pengadilan Agama, tingkat banding menguatkan putusan tersebut, Majelis Kasasi membatalkan, mengadili sendiri: menyatakan Pengadilan Agama berwenang dan memerintahkan Pengadilan
Banyaksekali yang bertanya pada team berapa lama proses persidangan perceraian di pengadilan agama berlangsung. Tentu jawabannya akan sangat beragam, bisa jadi 2 bulan, 3 bulan, 4 bulan, bahkan ada yang sampai berlarut-larut.
Berapalama waktu yang dibutuhkan dalam proses Gugatan di Pengadilan? Sebagaimana ketentuan surat edaran dari Mahkamah Agung, maka penanganan suatu perkara harus telah selesai sebelum enam bulan. Akan tetapi, dalam praktinya bisa lebih cepat maupun lebih lambat, karena sangat dipengaruhi banyak hal. Tergantung kasus per kasusnya.
Bahwa mereka masih mengakui perceraian di luar pengadilan. Apakah karena suami mengucapkan talak atau karena mereka telah lama berpisah tempat tinggal. Sering kali mereka berpikir bahwa, pengadilan agama adalah lembaga untuk mengurus akta cerai. Sehingga, mereka datang ke pengadilan bukan untuk bercerai. Tapi, untuk mengurus akta cerai saja.
Ramai yang pernah menempuhinya terpaksa hadap kes ini berbulan-bulan malah bertahun-tahun lamanya. Jabatan Kehakiman Syariah Selangor (JAKESS) telah memperkenalkan kaedah proses perceraian secara âfast trackâ. Melalui proses ini, pasangan yang bersetuju untuk bercerai akan diselesaikan dalam tempoh 6 jam daripada masa pemfailan kes dan ia
IsteriMengaku Terlanjur Main Dua Kali Aku diambil oleh ibu dan ayah angkat ku kerana mereka menginginkan anak lelaki Razali seorang anak yang "mudah dijaga" sejak kecil Nama aku Tia Kes 2: Pelajar uni email ramai orang sebab perlu kahwin segera Kes 2: Pelajar uni email ramai orang sebab perlu kahwin segera. .
Ketentuan Masa Iddah Perempuan dalam Islam. Sebagaimana diketahui, wanita memiliki masa iddah, yakni masa tunggu tertentu setelah ditinggal wafat atau diceraikan suaminya. Pada masa ini pula, suami yang mencerainya bisa kembali atau rujuk kepadanya, tanpa memerlukan akad baru, selama talak yang dijatuhkan berupa talak rajâi (bisa dirujuk).
Pertanyaan Berapa lama waktu yang diperlukan, sehingga Majelis Hakim Pengadilan Agama dapat memberikan penetapan bagi permohonan ikrar talak? Jawaban:Ada asas peradilan sederhana, cepat dan biaya ringanâ. Majelis Hakim harus berusaha agar proses peradilan itu berlangsung cepat, namun Majelis Hakim wajib memenuhi seluruh ketentuan pasti
cgC0lV. ï»żApa itu Cerai Ghaib ? Istilah cerai ghaib atau gugatan cerai ghaib adalah istilah untuk seseorang yang mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama namun sudah tidak mengetahui alamat pasangannya. Contohya, apabila seorang isteri ingin mengajukan gugatan cerai ke pengadilan agama namun sudah tidak mengetahui alamat lengkap isterinya sebagai pihak yang digugat cerai, maka pengadilan menyarankan agar mengajukan gugatan cerai melalui mekanisme cerai ghaib. Dasar hukum pengajuan gugatan cerai ghaib diatur dalam Pasal 27 ayat 1 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan yang pada prinsipnya apabila alamat Tergugat sudah tidak diketahui keberadaannya, panggilan dilakukan pengadilan dengan mengumumkannya melalui surat kabar atau media lainnya yang ditetapkan pengadilan. Cara Mengajukan Gugatan Cerai Ghaib ? Untuk mengajukan gugatan cerai ghaib ke pengadilan, maka terdapat beberapa tahap yang perlu diperhatikan, yaitu 1. Pengurusan Surat Keterangan Ghaib di Kelurahan Setempat Langkah pertama yang perlu dilakukan untuk mengajukan cerai ghaib adalah dengan mengurus âsurat keterangan ghaibâ di kelurahan dimana pihak Penggugat cerai bertempat tinggal sesuai KTP Kartu Tanda Penduduk-nya. Untuk mengurus surat keterangan ghaib di kelurahan, maka diperlukan beberapa dokumen, seperti KTP Penggugat;Buku Nikah Penggugat;Kartu Keluarga KK;Surat Pengantar dari RT dan RW dari tempat tinggal sesuai KTP untuk pengurusan surat keterangan ghaib ke ke Kelurahan;Surat pernyataan dari Penggugat/ Pemohon bila sudah tidak mengetahui alamat pasangannya dengan pasti;Surat gugatan cerai yang telah di daftarkan ke pengadilan sifatnya tidak wajib, namun terdapat beberapa kelurahan biasa meminta. Perlu di ingat, surat keterangan ghaib ini hanya dibutuhkan untuk gugatan cerai yang diajukan di Pengadilan Agama, sedangkan untuk di Pengadilan Negeri tidak membutuhkan surat keterangan ghaib. 2. Menyiapkan Dokumen Pendataran Gugatan Cerai Ghaib ke Pengadilan Agama Apabila surat keterangan ghaib telah diterbitkan oleh pihak kelurahan, maka pihak yang menggugat cerai ghaib memiliki kewajiban untuk menyiapkan dokumen-dokumen untuk mengajukan gugatan cerai ke Pengadilan Agama, seperti Surat gugatan cerai tertulis yang memuat alasan-alasan cerai;KTP Penggugat;Buku Nikah Penggugat;Surat Keterangan Ghaib dari Kelurahan;Akta Kelahiran Anak dan Kartu Kelurga Dibutuhkan bila menuntut hak asuh anak. 3. Mendaftarkan Gugatan Cerai Ghaib ke Pengadilan Agama Tempat tinggal Penggugat Apabila dokumen-dokumen pengajuan gugatan cerai ghaib sudah lengkap, maka tahap selanjutnya ke Pengadilan Agama tempat tinggal pihak yang menggugat cerai untuk mengajukan gugatan cerai ghaib. Dasar hukum penentuan pengadilan mana mengajukan gugatan cerai ghaib diatur dalam Pasal 20 ayat 2 PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan yang pada prinsipnya menyebutkan apabila kediaman Tergugat pihak yang digugat cerai sudah tidak jelas atau tidak diketahui alamatnya dengan tetap, maka gugatan cerai diajukan ke Pengadilan tempat kediaman Penggugat. 4. Menyiapkan 2 dua orang Saksi Apabila sidang telah berlangsung, maka pihak Penggugat memiliki kewajiban menyiapkan 2 orang saksi. Fungsi dari 2 orang saksi tersebut menjelaskan alasan-alasan cerai dari Penggugat atau pemohon dihadapan majelis hakim. Apabila keterangan 2 saksi tersebut dianggap cukup dan kuat, hakim selanjutnya akan memutus cerai. Berapa Biaya Pendaftaran Cerai Ghaib ke Pengadilan Agama ? Biaya yang dikeluarkan untuk mendaftaran gugatan cerai ghaib ke pengadilan agama cukup relatif dan tidak tentu, hal ini dikarenakan penentuan biaya ditentukan dari jarak radius tempat tinggal Penggugat dan Tergugat. Apabila tempat tinggal Penggugat dan Tergugat sebagai pihak yang dipanggil semakin jauh, maka semakin mahal biaya penggilannya. Dalam praktek, biasanya biaya pendaftaran cerai ghaib di Pengadilan Agama disekitar Rp. tujuh ratus lima puluh ribu sampai dengan Rp. sembilan ratus ribu. Biaya tersebut disebut sebagai biaya panjar perkara. Khusus untuk biaya cerai ghaib agak mahal dikarenakan adanya biaya âpengumumanâ yang ditujukan kepada Tergugat yang sudah tidak diketahui alamatnya. Cara Membuat Gugatan Cerai Ghaib tertulis Salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mengajukan gugatan cerai ghaib adalah membuat gugatan cerai yang didalamnya berisi alasan-alasan cerai. Gugatan cerai ghaib dapat dibuat sendiri atau dibantu oleh pengacara / advokat. Terdapat 3 tiga unsur yang perlu diperhatikan dalam membuat gugatan cerai ghaib, yaitu Identitas para pihak, yaitudalam gugatan cerai ghaib wajib mengisi identitas suami dan isteri disertai nama lengkap ayah sesuai buku nikah. Contohnya Ani Bin Amir Istri dan Ali Bin Umar Suami.Alasan-alasan cerai, yaitu dalam gugatan cerai ghaib disebutkan alasan-alasan cerai sehingga mengajukan gugatan cerai seperti Antara suami dan isteri sering bertengkar sehingga tidak bisa rukun lagi;Pasangan diduga melakukan perselingkuhan;Suami sudah tidak memberi nafkah kepada anak dan isteri;Suami mabuk, pakai narkoba atau berjudi;Atau alasan permohonan, yaitu permintaan yang dimohonkan kepada majelis hakim seperti permohonan agar suami menjatuhkan talak ke isteri serta permintaan hak asuh anak. Adapun contoh gugatan cerai gaib dari Pengadilan Agama dapat di download dengan klik ini Berapa lama proses sidan cerai ghaib di Pengadilan Agama ? Tidak ada ketentuan yang mengatur berapa lama proses cerai ghaib di Pengadilan Agama. Namun dalam prakteknya apabila mengacu pada Pasal 27 ayat 3 PP No. 9 Tahun 1975 menyebutkan persidangan barulah ditetapkan sekurang-kurangnya 3 tiga bulan setelah melakukan pendaftaran gugatan cerai ghaib ke pengadilan. Alasan mengapa persidangan barulah ditetapkan setelah 3 tiga bulan mendaftarkan gugatan, hal ini dikarenakan pengadilan akan melakukan âPengumumanâ terlebih dahulu untuk pemanggilan terhadap Penggugat yang dilakukan melalui media massa atau koran. Setelah melakukan pengumuman, barulah proses sidang cerai ghaib dilakukan yang dapat dilakukan 1 satu s/d 2 dua kali sidang di Pengadilan. Kapan Akta Cerai Ghaib Terbit ? Akta cerai ghaib diterbitkan setelah seluruh tahapan proses cerai ghaib di Pengadilan Agama selesai dan tidak ada upaya hukum banding atau perlawanan/ verzet yang dilakukan pihak Tergugat. Akta cerai ghaib diterbitkan oleh Pengadilan biasaya paling lama 2 dua minggu s/d 3 tiga minggu setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap in kracht. Adapun cara mengambil akta cerai ghaib di pengadilan dengan cukup melampirkan foto copy KTP pihak pemohon. Apakah mengajukan cerai ghaib perlu dibantu Pengacara / Advokat ? Dalam mengajukan gugatan cerai ghaib ke pengadilan tidak harus memakai jasa pengacara, namun kebanyakan pihak memakai jasa pengacara /advokat dengan alasan tidak ingin repot mengurusnya ke pangadilan agama. Oleh karena itu, terdapat beberapa kelebihan jika memakai jasa pengacara / advokat dalam mengurus cerai ghaib, yaitu Membantu menyusun draf gugatan cerai ghaib;Membantu mengurus agar dikeluarkan surat keterangan ghaib dari pengadilan;Mewaliki klien dalam setiap persidangan kecuali sidang mediasi;Membantu menyusun dokumen-dokumen yang dibutuhkan di pengadilan;Membantu membuat replik atau duplik ataupun kesimpulan;Membuntu mengambil salinan putusan dan akta cerai ghaib. _____________________________ Bila ingin berkonsultasi terkait terkait syarat gugatan cerai ghaib ke pengadilan agama, silahkan hubungin kami melalui Telepon/ WhatsApp 0813-8968-6009 Email klien
The marriage bond aims to create a sakinah, mawaddah, and rahmah family. However, conflicts often occur that end in divorce. Divorce can be interpreted as a break in marriage or can be interpreted as a break in the inner and outer bond between husband and wife which results in the end of the family relationship household between the husband and wife. Frequent conflicts often make one party run away from the residence until it cannot be detected where its whereabouts, until finally the left party is forced to file for an invisible divorce to the court in which case the plaintiff can file a lawsuit against the defendant whose whereabouts are unknown. The unseen divorce gives legal consequences in the form of status certainty for the party left behind, besides that the supernatural divorce also provides certainty regarding child custody which automatically falls into the hands of the plaintiff. Then the property left behind generally falls to the plaintiff because of the unclear status of the defendant. Abstrak Ikatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Namun demikian seringkali terjadi konflik hingga berujung pada perceraian. Perceraian dapat diartikan sebagai putusnya perkawinan atau dapat diartikan sebagai putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan berakhinya hubungan keluarga rumah tangga antara suami dan istri tersebut. Sering terjadinya konflik kerap kali membuat salah satu pihak melarikan diri dari kediaman hingga tidak dapat terdeteksi dimana keberadaannya, hingga akhirnya pihak yang ditinggalkan terpaksa mengajukan cerai ghaib ke pengadilan yang mana dalam hal tersebut penggugat dapat mengajukan gugatan kepada tergugat yang tidak diketahui keberadaannya. Cerai ghaib memberi akibat hukum berupa kepastian status bagi pihak yang ditinggalkan, selain itu cerai ghaib juga memberi kepastian mengenai hak asuh anak yang otomatis jatuh ke tangan penggugat. Kemudian mengenai harta yang ditinggalkan secara umum jatuh kepada penggugat karena ketidakjelasan status tergugat. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Volume ⊠Issue âŠ, XXXX E-ISSN 2355-0406 This work is licensed under a Creative Commons Attribution International License 1 Authorâs name Aldyan, A. 2021. Title The International Criminal Court Jurisdiction. Verstek, 72 XXX-XXX. DOI Pengaturan dan Akibat Hukum Cerai Ghaib Studi Kasus Putusan Nomor 0656/ Arvito Rifqi Pratama1, Riyadi2 1,2, Faculty of Law, Universitas Sebelas Maret Corresponding authorâs email riyadii16 Abstract The marriage bond aims to create a sakinah, mawaddah, and rahmah family. However, conflicts often occur that end in divorce. Divorce can be interpreted as a break in marriage or can be interpreted as a break in the inner and outer bond between husband and wife which results in the end of the family relationship household between the husband and wife. Frequent conflicts often make one party run away from the residence until it cannot be detected where its whereabouts, until finally the left party is forced to file for an invisible divorce to the court in which case the plaintiff can file a lawsuit against the defendant whose whereabouts are unknown. The unseen divorce gives legal consequences in the form of status certainty for the party left behind, besides that the supernatural divorce also provides certainty regarding child custody which automatically falls into the hands of the plaintiff. Then the property left behind generally falls to the plaintiff because of the unclear status of the defendant. Keywords Divorce, Unseen Divorce, Lawâs Effect Abstrak Ikatan perkawinan bertujuan untuk mewujudkan keluarga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Namun demikian seringkali terjadi konflik hingga berujung pada perceraian. Perceraian dapat diartikan sebagai putusnya perkawinan atau dapat diartikan sebagai putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan berakhinya hubungan keluarga rumah tangga antara suami dan istri tersebut. Sering terjadinya konflik kerap kali membuat salah satu pihak melarikan diri dari kediaman hingga tidak dapat terdeteksi dimana keberadaannya, hingga akhirnya pihak yang ditinggalkan terpaksa mengajukan cerai ghaib ke pengadilan yang mana dalam hal tersebut penggugat dapat mengajukan gugatan kepada tergugat yang tidak diketahui keberadaannya. Cerai ghaib memberi akibat hukum berupa kepastian status bagi pihak yang ditinggalkan, selain itu cerai ghaib juga memberi kepastian mengenai hak asuh anak yang otomatis jatuh ke tangan penggugat. Kemudian mengenai harta yang ditinggalkan secara umum jatuh kepada penggugat karena ketidakjelasan status tergugat. Kata Kunci Perceraian, Cerai Ghaib, Akibat Hukum E-ISSN 2355-0406 2 1. Pendahuluan Perkawinan adalah suatu kebutuhan hidup bagi manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki nauri untuk hidup bersama dalam suatu ikatan yang sah dan diakui oleh masyarakat dan negara. Perkawinan menjadi salah satu hak warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28B Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di luar itu, perkawinan juga terdapat pengaturannya dalam pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan selanjutnya disebut UUP, dikatakan bahwa âperkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esaâ.Bersamaan dengan proses perkawinan tersebut, timbulah hubungan timbal balik antara suami istri berupa hak dan kewajiban sebagai pasangan. Hak dan kewajiban suami istri di Indonesia telah diatur dalam UU Perkawinan diatur tepatnya dalam Pasal 30 - Pasal 34. Selain itu hal ini juga diatur dalam KHI dalam Pasal 77 -Pasal pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, âPerkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmahâ.Akan tetapi dalam kenyataannya, tujuan perkawinan tersebut tidak selamanya dapat tercapai. Pernikahan pasti akan dibumbui dengan permasalahan, maka apabila hal seperti ini terus dipertahankan maka akan menimbulkan madharat atau hal yang tidak baik bagi suami atau istri yang dapat berakibat timbulnya suatu perselisihan diantara keduanya. Tidak mustahil dari perselisihan itu akan berbuntut pada putusnya ikatan perkawinan perceraian.Meskipun dari semua calon suami istri sudah penuh kehati-hatian dalam menjatuhkan pilihannnya sebelum melaksanakan perkawinan dan telah berupaya sebaik mungkin dalam menjalani pernikahannya, tidak jarang dalam suatu perkawinan yang sudah berjalan bertahun-tahun berakhir dengan perceraian. Dalam Pasal 38 Undang-Undang Tahun 1974 tentang Perkawinan disebutkan âPerkawinan dapat putus karena a. Kematian; b. Perceraian; dan c. Atas keputusan Pengadilan.â Terutama dalam kasus perceraian dapat terjadi karena adanya ikrar talak atau berdasarkan gugatan perceraian. Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat Hukum Agama, Bandung CV Mandar Maju, 2007, hal 6 A. Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2013, hlm. 148- 149. menurut pasal 3 Kompilasi Hukum Islam, âPerkawinan bertujuan untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmahâ. Dalam kenyataannya, tujuan perkawinan tersebut tidak selamanya dapat tercapai. Muhammad Syaifuddin, dkk, hal 5. Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,2003 , Cet Ke- 6, hal 274. Verstek Jurnal Hukum Acara. 72 101-133 3 Perceraian merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat indonesia. Perceraian merupakan putusnya ikatan dalam hubungan suami istri berarti putusnya hukum perkawinan sehingga keduanya tidak lagi berkedudukan sebagai suami istri dan tidak lagi menjalani kehidupan bersama dalam suatu rumah tangga. Pasal 1 Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 menegaskan bahwa âPerkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang berbahagia dan kekal.â Dari pasal tersebut seharusnya dapat dipahami bahwa dalam membina keluarga masing-masing dari suami-istri hendaknya berusaha sekuat tenaga dalam menjaga keutuhan rumah tangganya bukan justru sebaliknya. Namun, apabila dalam rumah tangga itu sudah tidak ada lagi keselarasan sehingga terjadi perselisihan, pada akhirnya mengakibatkan penderitaan disebabkan karena salah satu pihak tidak menyadari dan tidak melaksanakan kewajibannya, maka syaraâ maupun perundang-undangan membolehkan perceraian, jika perceraian itu merupakan suatu jalan yang terbaik bagi pasangan suami istri. Islam membenarkan adanya sebuah perceraian, namun Islam menjadikan perceraian sebagai solusi terakhir dalam menyelesaikan konflik dalam berumah tangga. Salah satu perceraian yang terjadi dalam masyarakat adalah cerai ghaib. Realita sekarang ini, beberapa kasus terjadi suatu fenomena dimana seorang pasangan meninggalkan pasangannya dalam waktu yang lama tanpa memberikan informasi mengenai keberadaan dirinya yang menyebabkan pasangannya mengajukan permintaan cerai, fenomena ini dikenal sebagai Cerai Ghoib. Bahkan, hukum Islam menganjurkan istri untuk mengajukan cerai gugat di pengadilan seperti yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam yang berhubungan dengan suami hilang ghaib/mafqud. Dalam KHI yang berhubungan dengan suami hilang ghaib diatur pada Pasal 116 Point b yang menyatakanâSalah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannyaâ. Sidang perceraian gaib hanyalah berlaku untuk perceraian agama Islam untuk situasi dimana si tergugatnya tidak diketahui alamat atau keberadaannya. Indonesia, Instruksi Presiden Republik Indonesia Tentang Kompilasi Hukum Islam, Inpres Nomor 1 Tahun 1991, Pasal 116. E-ISSN 2355-0406 4 Mengenai gugatan cerai ghaib tidak diketahui keberadaannya diatur juga dalam Pasal 20 ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan âDalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugatâ. Perceraian salah satu pihak ghaib seperti ini biasanya istri atau penggugat yang hendak mengajukan gugatan cerainya kepada pengadilan agama sering terkendala dengan keberadaan suaminya yang tidak lagi diketahui keberadaannya. Walaupun begitu dalam perceraian salah satu pihak gaib adapula pihak suami atau pemohon yang juga mendapatkan perlakuan yang sama, seperti suami yang tidak lagi dihargai, istri yang sudah memiliki pria idaman lain, suami dalam kondisi sakit yang tidak mampu lagi bekerja dan bahkan suami yang ditinggalkan tanpa kejelasan status oleh istrinya bersama dengan anak-anaknya dan tidak lagi diketahui keberadaannya. Harapan dilakukannya sidang cerai dengan pihak gaib ini pada dasarnya untuk menjamin keselamatan dari pada nasib salah satu pihak yang ditinggakan serta memperjelas status hukum dari pihak yang ditinggalkan. Perceraian merupakan perbuatan hukum dan sebegaimana perceraian pada umumnya, tentu menimbulkan akibat hukum bagi para pihak. Akibat hukum perceraian suami ghaib berdasarkan hukum positif di Indonesia yakni dapat diartikan dengan akibat hukum talak satu Baâin Shughraa. Olehnya itu, berdasarkan uraian diatas, maka rumusan masalah yang diangkat adalah bagaimana pengaturan dan akibat hukum perceraian ghaib yang dalam hal ini juga mengangkat salah satu putusan hakim Nomor 656/ 2. Metode Penelitian Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan know-how dalam ilmu hukum untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi sehingga dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum, melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan memberikan pemecahan atas masalah ini menggunakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif, dengan menggunakan pendekatan kasus. Menurut Johnny Ibrahim, penelitian hukum normative adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemupakan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dari sisi normatifnya. Sisi normatif disini tidak sebatas pada peraturan perundang-undangan saja, tetapi juga berupaya menemukan kebenaran koherensi yaitu apakah aturan hukum sesuai dengan norma hukum. Jenis bahan hukum yang digunakan adalah sumber bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan adalah studi dokumen studi kepustakaan. Teknis analisis bahan hukum adalah dengan menggunakan analisis deduksi yaitu menarik kesimpulan dari hal yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret yang dihadapi Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Peter Mahmud Marzuki. 2015. Penelitian Hukum. Jakarta Kencana Prenanda MediaGroup. Verstek Jurnal Hukum Acara. 72 101-133 5 3. Pengaturan Gugatan Cerai Ghaib Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam Perceraian Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Istilah âperceraianâ termaktub dalam Pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang memuat mengenai ketentuan fakultatif bahwasannya âperkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilanâ. Istilah perceraian berdasarkan pada Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 sebagai aturan hukum positif tentang perceraian menunjukkan bahwa adanya a. Tindakan hukum yang dapat dilakukan oleh suami atau istri untuk memutus hubungan perkawinan diantara mereka; b. Peristiwa hukum yang memutuskan hubungan suami dan istri, yaitu kematian suami atau istri yang bersangkutan, yang merupakan ketentuan yang pasti dan langsung diterapkan oleh Tuhan yang Maha Kuasa; c. Putusan hakim yang dinyatakan oleh pengadilan yang berakibat hukum putusnya hubungan perkawinan antara suami dan istri. Perceraian berdasarkan pada pasal 38 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dapart diartikan sebagai âputusnya perkawinanâ. Kemudian yang dimaksud dengan perkawinan menurut Pasal 1 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu âikatan lahir batin antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esaâ. Dengan demikian, perceraian yaitu putusnya ikatan lahir batin antara suami dan istri yang mengakibatkan berakhinya hubungan keluarga rumah tangga antara suami dan istri tersebut. Subekti mengemukakan bahwasannya perceraian adalah âpenghapusan perkawinan dengan putusan hakim atau tuntutan salah satu pihak dalam perkawinan ituâ. Maka dari hal tersebut, pengertian perceraian menurut Subekti ialah penghapusan perkawinan baik dengan putusan hakim atau tuntutan suami istri. Dengan adanya perceraian, maka perkawinan antara suami dengan istri menjadi hapus. Akan tetapi, Subekti tidak menyatakan bahwasannya pengertian perceraian sebagai penghapusan perkawinan itu dengan kematian atau yang lazim disebut dengan istilah âcerai matiâ.Pengertian perceraian dapat dijelaskan dari beberapa perspektif hukum yaitu sebagai berikut a. Perceraian menurut hukum Islam yang telah termaktub dalam Pasal 38 dan Pasal 39 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yang telah dijabarkan dalam PP Nomor 9 Tahun 1975, yang mencakup antara lain sebagai berikut 1. Perceraian dalam pengertian cerai talak, dapat diartikan sebagai perceraian yang diajukan permohonan cerainya oleh dan atas inisiatif suami kepada Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak saat perceraian itu dinyatakan diikrarkan di depan sidang Pengadilan Agama vide Pasal 20 sampai dengan Pasal 18 PP Nomor 9 Tahun 1975. E-ISSN 2355-0406 6 2. Perceraian dalam pengertian cerai gugat, dapat diartikan sebagai perceraian yang diajukan gugatan cerai nya oleh dan atas inisiatif istri kepada Pengadilan Agama, yang dianggap terjadi dan berlaku beserta segala akibat hukumnya sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap vide Pasal 20 sampai dengan Pasal 36. b. Perceraian menurut hukum agama selain hukum Islam, yang telah pula telah termaktub dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 dan kemudian telah dijabarkan dalam PP No. 9 Tahun 1975, yaitu perceraian yang gugatan cerainya diajukan oleh dan atas inisiatif suami atau istri kepada Pengadilan Negeri, yang mana dianggap terjadi beserta segala akibat hukumnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan oleh Pegawai Pencatatan di Kantor Catatan Sipil vide Pasal 20 dan Pasal 34 ayat 2 PP Nomor 9 Tahun 1975. Suami istri yang akan melakukan perceraian wajib mempunyai alasan-alasan hukum tertentu dan perceraian harus didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil untuk mendamaikan kedua belah pihak sebagaimana tercantum dalam Pasal 39 Undangundang Nomor 1 Tahun 1974 sebagai berikut 1. Perceraian hanya dapat dilakukan didepan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 2. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami istri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. 3. Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peraturan perundang-undangan itu sendiri. Kompilasi Hukum Islam Pasal 114 mengungkapkan bahwa âputusnya perkawinan yang disebabkan karena perceraian dapat terjadi karena talak atau berdasarkan gugatan perceraianâ. Kemudian, dalam pasal 115 Kompilasi Hukum Islam diebutkan âperceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang Pengadilan Agama setelah Pengadilan Agama tersebut berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihakâ. Berdasar pada Pasal tersebut maka yang dimaksud dengan perceraian dalam perspektif Kompilasi Hukum Islam KHI yaitu merupakan proses pengucapan ikrar talak yang harus dilakukan di depan persidangan dan disaksikan oleh para hakim Pengadilan Agama, dan jika pengucapan ikrar talak itu dilakukan di luar persidangan, maka talak tersebut merupakan talak liar yang dianggap tidak sah dan dianggap tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. Muhammad Syaifuddin, dkk, hal. 15 Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta Internusa, 1985, hal. 42. Muhammad Syaifuddin, dkk, hal. 20. Verstek Jurnal Hukum Acara. 72 101-133 7 Cerai Ghaib Menurut Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam Cerai ghaib atau yang lazim pula disebut cerai mafqud, dalam bahasa Arab secara harafiah dapat diartikan sebagai âhilangâ. Sesuatu dapat dikatakan hilang apabila hal tersebut tidak ada atau lenyap. Berdasarkan istilah mafqud bisa diterjemahkan sebagai al-ghoib. Kata tersebut secara bahasa memiliki arti gaib, tiada hadir, bersembunyi, mengumpat. Hilang dalam hal ini dibagi dalam dua macam, yaitu sebagai berikut a. Hilang yang tidak terputus karena diketahui tempatnya dan ada berita atau informasi tentangnya. b. Hilang yang terputus, yaitu yang sama sekali tidak diketahui keberadaannya serta tidak ditemukan informasi hukum Islam terdapat fasakh karena suami ghaib al mafqud, yaitu suami yang meninggalkan tempat tetapnya dan tidak dapat diketahui ke mana perginya, serta tempat tinggalnya dalam waktu yang lama. Hal tersebut tentu saja akan menyulitkan kehidupan istri yang ditinggalkan, terutama bila suami tidak bertanggungjawab meninggalkan nafkah bagi kehidupan istri dan kamus istilah fikih mafqud ialah orang yang hilang dan menurut zahirnya tertimpa kecelakaan, yang kemudian dapat diartikan seperti orang yang meninggalkan keluarganya pada waktu malam atau siang atau keluar rumah untuk menjalankan sholat atau ke satu tempat yang dekat kemudian tidak kembali lagi atau hilang di dalam kancah beberapa ketentuan khusus yang mengatur tentang cerai gaib yang ada di Indonesia. Dasar hukum mengenai cerai ghaib sebagai berikut 1. Herzien Indlandsch Reglement HIR 2. Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 dan terakhir kalinya oleh Undang-Undang No. 50 Tahun 2009; 3. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan; 4. Instruksi Presiden Tahun 1991 tentang Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam. Proses penyelesaian perkara cerai ghaib mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan. Sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Pasal 19 Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975, perceraian dapat terjadi karena salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun Muhammad Ali As-Shabuni, Hukum Waris Dalam Syariâat Islam, Surakarta Diponegoro, 1992, hal. 235. Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta Yayasan penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qurâan, 1973, hal. 304. Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum Positif, Yogyakarta UII Press,2011, hal. 143. M. Abdul Mujieb, Mabruri Tholhah dan Syafiâah AM, Kamus Istilah Fikih, Jakarta Pustaka Firdaus, 1994 . E-ISSN 2355-0406 8 berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah, atau dikarenakan suatu hal lain diluar tersebut pengaturannya tercantum dalam pasal 45 KHI Tentang Talik Talak yang menyebutkan, bahwasannya kedua calon mempelai dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk taklik talak dan perjanjian lain dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum Islam. Terdapat pula rumusan taklik talak yang sudah mengikuti Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 411 Tahun 2000 didalamnya memuat ketentuan sebagai berikut âApabila saya 1. Meninggalkan istri saya selama 2 dua tahun berturut-turut; 2. Tidak memberi nafkah wajib kepadanya 3 tiga bulan lamanya; 3. Menyakiti badan atau jasmani istri saya; 4. Membiarkan tidak memperdulikan istri saya selama 6 enam bulan atau lebih; Dan karena perbuatan saya tersebut, istri saya tidak ridho dan mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama, maka apabila gugatannya diterima oleh Pengadilan tersebut kemudian istri saya membayar uang sebesar Rp. 10,000,- sepuluh ribu rupiah sebagai iwadh pengganti kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya. Kepada Pengadilan Agama saya memberikan kuasa untuk menerima uang iwadh pengganti tersebut dan menyerahkannya untuk keperluan ibadah sosial.â Dalam rumusan yang terdapat dalam taklik talak itu disebutkan bahwa istri dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama jika suami meninggalkan istri selama 2 tahun berturut-turut. Dalam hal ini, terpampang jelas bahwa perceraian dapat terjadi dikarenakan salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama waktu yang ditentukan dan tidak diketahui keberadaannya maka dapat putus perceraian atas putusan hakim. Hukum Islam berpandangan bahwa menganjurkan suami untuk mengajukan cerai talak di Pengadilan seperti yang tertuang dalam Kompilasi Hukum Islam yang berhubungan dengan istri hilang mafqud/ghoib pada pasal 116 point b yang menyatakan âsalah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya.â4. Akibat Hukum Dari Cerai Ghaib Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Dan Kompilasi Hukum Islam Sebab Terjadinya Cerai Ghaib Perceraian sebagai salah satu penyebab putusnya perkawinan yang telah diatur dalam didalam UUP dan KHI dapat timbul karena beberapa faktor, diantara Uswatun Hasanah, âProses Penyelesaian Perkara Cerai Ghaib Di Pengadilan Agamaâ, majalah keadilan, volume 18, nomor 2, desember 2018, hal. 11. Abdurrahman, hal. 141 . Verstek Jurnal Hukum Acara. 72 101-133 9 factor tersebut yaitu karena salah satu pihak meninggalkan pasangannya selama 2 tahun berturut-turut, tanpa adanya kabar dan tidak dapat diketahui keberadaannya, dan telah dilakukan upaya pemanggilan melalui papan pengumuman Pengadilan Agama dan ditambah pula dengan penyiaran dalam surat kabar. Berdasarkan ketentuan tersebut, maka terdapat beberapa faktor yang bisa menyebabkan terjadinya cerai ghaib, yaitu1. Salah satu pihak pergi meninggalkan tanpa sebab 2. Adanya pertengkaran dan perselisihan secara terus menerus yang memicu kekerasan dalam rumah tangga 3. Adanya orang ketiga yang hadir dalam rumah tangga yang menyebabkan terjadinya perselingkuhan oleh suami atau istri 4. Faktor lemahnya tingkat perekonomian sehingga tidak terpenuhinya nafkah dalam rumah tangga 5. Salah satu pihak bermasalah, seperti contohnya pecandu narkoba atau penjudi. Syarat-syarat Gugatan Cerai Ghaib Terdapat hal yang menjadi syarat mutlak dalam mengajukan surat gugatan cerai ghaib yaitu, melampirkan surat keterangan ghaib yang dikeluarkan oleh lurah di alamat terdahulu tergugat. Dalam surat tersebut menyatakan bahwasannya tergugat yang sebelumnya bertempat tinggal di wilayah tersebut kini tidak diketaui alamatnya baik di dalam wilayah Republik Indonesia maupun di luar wilayah Republik yang wajib dipenuhi oleh penggugat yang mengajukan gugatan cerai yang bersumber dari laman Pengadilan Agama Malang Kelas 1A, penggugat yang wajib memenuhi syarat yaitu sebagai berikut1. Alamat lengkap Penggugat saat ini RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota. Apabila tempat tinggal Penggugat saat ini sudah tidak sesuai dengan alamat yang tertera di KTP, maka harus disertakan juga Surat Keterangan Domisili dari kelurahan tempat tinggal Penggugat saat ini. 2. Karena alamat Tergugat sudah tidak diketahui lagi, baik di dalam maupun di luar wilayah Republik Indonesia, maka harus disertakan juga Surat Keterangan telah ditinggal oleh suami selama ....... tahun dari Kelurahan meminta surat pengantar terlebih dahulu ke RT/ RW/ Surat Keterangan Ghaib dari kelurahan. 3. Foto Copy KTP Penggugat 2 lembar. 4. Foto Copy Buku Nikah 2 lembar. 5. Buku Nikah Asli. 6. Surat Gugatan rangkap 4. Surat gugatan harus jelas dan disertai dengan alasan yang jelas dan terperinci. 7. Membayar Panjar Biaya Perkara. Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019 Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019 diakses pada 23 Juni 2022 Hari kamis Pukul WIB. E-ISSN 2355-0406 10 Khusus perkara perceraian untuk pihak yang ghaib alamat tidak jelas, telah diatur dalam Undang-undang tahun 1974 dan PP. No. 9 tahun 1975. Pasal 20 ayat 2 Tahun 1975 yang berbunyi sebagai berikut âtempat kediaman Tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman tetap, gugatan perceraian diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugatâ Pasal 27 PP No. 9 Tahun 1975 yang mana menguraikan sebagai berikut 1 Apabila tergugat berada dalam keadaan seperti tersebut dalam Pasal 20 ayat 2, panggilan dilakukan dengan cara menempelkan gugatan pada papan pengumuman di Pengadilan dan mengumumkannya melalui satu atau beberapa surat kabar atau mass media lain yang ditetapkan oleh Pengadilan. 2 Pengumuman melalui surat kabar atau surat-surat kabar atau mass media tersebut ayat 1 dilakukan sebanyak 2 dua kali dengan tenggang waktu satu bulan antara pengumuman pertama dan kedua. 3 Tenggang waktu antara panggilan terakhir sebagai dimaksud ayat 2 dengan persidangan ditetapkan sekurang-kurangnya 3 tiga bulan. 4 Dalam hal sudah dilakukan panggilan sebagai dimaksud dalam ayat 2 dan tergugat atau kuasanya tetap tidak hadir, gugatan diterima tanpa hadirnya tergugat, kecuali apabila gugatan itu tanpa hak atau tidak beralasan. Dalam prosesi persidangan cerai ghaib, putusan dapat dijatuhkan dalam 1 kali persidangan saja apabila dalam hal ini tergugat tidak hadir dan penggugat dapat melengkapi seluruh bukti. Akan tetapi, jika penggugat tidak dapat melengkapi bukti dan tergugat tidak memenuhi panggilan, maka persidangan akan ditunda oleh hakim. Apabila sejak didaftarkan atau masuknya perkara ke Pengadilan Agama, dan kemudian sudah dilakukan pemanggilan terhadap penggugat dan tergugat sebanyak 2 kali, lalu kedua pihak tersebut tidak hadir maka gugatan akan digugurkan oleh Akibat Hukum Dari Cerai Ghaib Awetnya kehidupan perkawinan adalah suatu tujuan yang sangat didambakan oleh setiap pasangan. Dalam menaungi kehidupan berumahtangga, pasti akan selalu ada hambatan dan rintangan. Namun hal tersebut bukanlah alasan untuk mengakhiri sebuah ikatan. Tujuan dari sebuah perkawinan yaitu membangun rumah tangga yang abadi, Sedangkan jika keretakan yang telah timbul sudah tidak dapat utuh kembali, maka jalan terakhir yang dapat ditempuh yaitu melalui jalur perceraian. Bermacam-macam alasan dapat menjadi penyebab utama dari sebuah perceraian, salah satunya dari alasan tersebut yaitu hilangnya atau tidak Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019 Verstek Jurnal Hukum Acara. 72 101-133 11 diketahuinya keberadaan salah satu pihak baik suami maupun istri yang menyebabkan tidak jelasnya status baik dari status perkawinan tersebut ataupun status kejelasan suami atau istri tersebut. Ketidakjelasan status oleh salah satu pihak itu dapat menyebabkan tidak dapat terpenuhinya hak maupun kewajiban dari suami atau istri tersebut. Maka dari itu, cerai ghaib dapat menjadi jalan untuk memberikan kepastian status bagi salah satu pihak yang ditinggalkan dan dirugikan untuk menjamin kepastian hidup. Cerai ghaib memberikan kepastian status bagi pihak yang ditinggalkan. Putusan jatuhnya perceraian yang dikeluarkan oleh hakim memiliki kekuatan hukum tetap bagi para pihak, jika dalam jangka waktu 2 minggu setelah putusan jatuh oleh hakim tidak ada komplain dari pihak tergugat, maka putusan tersebut otomatis memiliki kekuatan hukum tetap. Akan tetapi jika dalam jangka waktu 2 minggu setelah dijatuhkan putusan perceraian oleh hakim, pihak tergugat muncul untuk melakukan komplain ataupun menyatakan keberatan atas putusan tersebut maka dapat mengajukan perlawanan atau biasa disebut verzet dan hakim akan membuka kembali untuk melanjutkan proses hukum lainnya dari cerai ghaib yaitu tentang hak asuh anak yang mana jika dimohonkan oleh penggugat, maka hak asuh akan jatuh kepada tangan penggugat. Dalam hal ini penggugat harus melampirkan bukti berupa akta kelahiran anak yang membuktikan bahwasannya anak tersebut merupakan anak dari perkawinan pihak tersebut. Apabila sang anak berusia 12 tahun maka wajib dihadirkan ke persidangan untuk kemudian ditanyai keterangannya, akan tetapi jika berusia dibawah 12 tahun maka tidak harus untuk dihadirkan, cukup dibuktikan dengan akta kelahiran status harta yang ditinggalkan, pada umumnya tidak pernah diajukan dalam gugatan dikarenakan tujuan utama pihak penggugat dalam pengajuan gugatan cerai ghaib ialah untuk mendapatkan kepastian status perkawinan yang mana selama ini tidak mendapat kejelasan karena ditinggalkan oleh pihak tergugat. Secara umum, harta yang ada dalam perkawinan tersebut jatuh ke tangan penggugat, dikarenakan ketidakjelasan keberadaan tergugat. Selain hal tersebut, keadaan dari pihak tergugat yang sudah meninggalkan pihak penggugat bertahun-tahun lamanya secara langsung sudah tidak memenuhi tanggung jawab untuk menafkahi. Dengan demikian dalam keadaan ini, tidak jarang ditemui bahwa harta yang ditinggalkan sudah tidak ada atau habis karena diperuntukkan guna memenuhi nafkah dan kebutuhan hidup dari penggugat serta anak-anak dalam perkawinan Analisis Putusan PA BIMA Nomor 656/ Tujuan dari perkawinan yaitu yang sebagaimana disebutkan dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu âperkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019 Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019 Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019 E-ISSN 2355-0406 12 Esaâ. Kenyataannya, banyak terjadi ketidakcocokan antara suami dan istri dalam menjalankan rumah tangga sehingga tidak tercapainya tujuan dari perkawinan tersebut. Salah satu hal yang menyebabkan putusnya perkawinan adalah salah satu pihak yang meninggalkan pihak lain dalam kurun waktu tertentu, Hal ini diatur sesuai ketentuan dalam Pasal 19 huruf b Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 âperceraian dapat terjadi karena salah satu pihak meninggalkan yang lain selama dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah, atau karena hal lain diluar kemampuanâ. Hal inilah yang menyebabkan dan menjadi dasar terjadinya kaus cerai ghaib di Indonesia, salah satunya adalah kasus cerai ghaib yang telah diputus oleh Pengadilan Agama Bima melalui putusan hakim Nomor 656/ Dalam kasus perceraian ghaib ini melibatkan para pihak yaitu penggugat; berumur 42 tahun, beragama Islam, bekerja sebagai seorang sopir, pendidikan tidak tamat SD, tempat kediaman di Kabupaten Bima, dan tergugat; 42 tahun, agama Islam, pekerjaan Sopir, pendidikan tidak tamat SD, tempat kediaman di Kabupaten Bima. Dalam putusan cerai ghaib nomor 656/ terdapat beberapa hal yang menjadi pertimbangan hakim dalam mengambil putusan, diantaranya adalah adanya perselisihan dalam rumah tangga yang mengakibatkan pertengkaran secara terus menerus. Sesuai dengan keterangan Penggugat bahwa sudah sering terjadi cekcok ataupun pertikaian yang terjadi, dimana selalu berujung pada KDRT seperti mencacimaki dengan mengeluarkan kata-kata kasar. Selain itu, tergugat juga sering berhutang dan meninggalkan rumah tanpa pamit sehingga hanya menambah beban dan kesengsaraan penggugat. Berdasarkan fakta-fakta tersebut di atas, maka patut diduga bahwa tujuan perkawinan untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal serta untuk mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah sebagaimana yang dikehendaki oleh pasal 1 Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Jo pasal 3 Kompilasi Hukum Islam tidak dapat tercapai oleh Pemohon dan Termohon sehingga Majelis Hakim berpendapat bahwa keutuhan rumah tangga kedua belah pihak sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Hal ini sudah menjadi fakta yang cukup sebagai pertimbangan hakim dalam memutus perceraian sesuai dengan ketetapan Undang-undang, yaitu yang dapat menjadi alasan perceraian yang terdapat dalam Pasal 19 huruf f Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 dimana disebutkan bahwa âf. Antara suami dan isteri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tanggaâ. Perselisihan yang terjadi menjadi penyebab berpisahnya Penggugat dan Terguat dimana pada puncak dari pertikaian yang terjadi pada pertengahan tahun 2014 tepatnya pada bula Juni. Sejak bulan Juni tahun 2014 antara penggugat dan tergugat terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran. Penggugat seringkali melakukan KDRT kepada penggugat serta memiliki hutang di banyak tempat lalu meninggalkan rumah untuk menghindari hutang tersebut. Yang pada akhirnya harus dihadapi sendiri oleh penggugat sehingga kondisi tersebut menimbulkan beban dan Verstek Jurnal Hukum Acara. 72 101-133 13 kesengsaraan terhadap penggugat. Hal itulah yang menyebabkan sering terjadinya pertengkaran dan perselisihan hingga berujung KDRT tergugat kepada penggugat seperti cacian dan makian dengan mengeluarkan kata-kata kasar. Puncaknya, tergugat telah pergi meninggalkan penggugat sejak bulan Nopember 2014 dan tergugat yang pergi meninggalkan penggugat selama tergugat pergi tidak pernah pulang serta tidak ada kabar berita, bahkan tidak diketahui alamatnya yang pasti ghaib sampai sekarang. Selama masa itu, penggugat dan tokoh masyarakat telah berusaha mencari keberadaan tergugat namun tidak ditemukan. Atas dasar hal tersebut Penggugat mengajukan gugata cerai ke Pengadilan Agama Medan yang merupakan gugatan cerai ghaib dikarenakan tidak diketahuinya keberadaan tergugat dengan melampirkan salah satunya surat keterangan ghaib sebagai syarat, yang dikeluarkan oleh lurah alamat terdahulu yang menyebutkan bahwa tergugat tidak diketahui alamatnya baik didalam wilayah Republik Indonesia maupun diluar wilayah Republik Indonesia. Dalam cerai ghaib juru sita akan memanggil pihak Tergugat dengan mengirimkan surat panggilan dan mengumumkannya di surat kabar harian Bima sebanyak 2 kali panggilan dalam kurun waktu 4 bulan. Atas dasar pertimbangan hakim, bahwa oleh karena Tergugat telah dipanggil dengan sepatutnya untuk menghadap di persidangan tidak pernah hadir dan ternyata gugatan penggugat tidak melawan hukum dan beralasan, dan Penggugat memohon diberikan putusan, maka dengan demikian Majelis Hakim berkesimpulan bahwa dengan gugatan berdasarkan ketentuan pasal 149 ayat 1 RBg, gugatan penggugat sudah sepatutnya dapat dikabulkan dengan verstek. Dalam putusan cerai ghaib nomor 656/ Penggugat memohon hak hadhanah terhadap anak penggugat dan tergugat yakni anak ke tiga laki-laki yang berusia 12 tahun dan ke empat laki-laki yang berusia 3 tahun. Merujuk pada pasal 150 huruf a Kompilasi Hukum Islam dimana dalam hal ternjadinya perceraian âa. Pemeliharaan anak yang belum mumayyiz atau belum berumur 12 tahun adalah hak ibunyaâ maka hakim berdasarkan bukti berupa Fotokopi Kutipan Akta Kelahiran yang diajukan oleh penggugat, yang dalam ini secara yuridis belum mumayiz atau belum berumur 12 tahun memutuskan bahwa hak hadhanah kedua anak dari hasil perkawinan penggugat dan tergugat jatuh kepada penggugat yang merupakan ibu kandung dari kedua anak tersebut. Selain itu hakim dengan mempertimbankan keadaan jiwa tergugat yang cendrung temperamental akan membawa dampak buruk bagi perkembangan psikologis dan pendidikan anak kedepan. Menurut Kompilasi Hukum Islam, dalam hal ini hakim harus mengabulkan permohonan penggugat, karena gugatannya telah terbukti dan sesuai dengan hukum Islam. Jadi, dapat disimpulkan bahwa hakim Pengadilan Agama Bima dalam memutus perkara nomor 656/ sudah sesuai dengan Kompilasi Hukum Islam KHI meskipun ghaibnya suami kurang dari 2 tahun karena hakim mempunyai ijtihad sendiri yang menitikberatkan pada terjadinya pertengkaran dan perselisihan sebagaimanapun dalam pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam KHI E-ISSN 2355-0406 14 sebagai alasan yang cukup dijadikan bukti yang kuat untuk bercerai, yang mana diantara keduanya sudah dalam suasana yang tidak tentram, tidak terbina dengan baik. Oleh karena itu, untuk menghindari mudharat dan penderitaan lahir batin yang lebih besar bagi penggugat, maka Majelis Hakim berpendapat bahwa rumah tangga penggugat dan tergugat telah tidak dapat dipertahankan lagi. Berdasarkan pertimbangan hukum hakim diatas, maka dalam hal ini hakim sudah tepat menerapkan hukum in concreto terhadap kasus tersebut. 6. Penutup Kesimpulan Berdasarkan uraian diatas maka dapat disimpulkan bahwasannya pada setiap pernikahan pasti ingin mewujudkan kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah. Akan tetapi tidak dapat dipungkiri akan adanya permasalahan, dan apabila hal seperti ini terus dipertahankan maka akan menimbulkan madharat atau hal yang tidak baik bagi suami atau istri yang dapat berakibat timbulnya suatu perselisihan diantara keduanya yang kerap berujung pada perceraian. Perceraian sendiri merupakan putusnya ikatan dalam hubungan suami istri berarti putusnya hukum perkawinan sehingga keduanya tidak lagi berkedudukan sebagai suami istri dan tidak lagi menjalani kehidupan bersama dalam suatu rumah tangga. Dalam perselisihan seringkali salah satu pihak meninggalkan tempat kediaman bersama dan sulit mendeteksi tempat kediamannya yang akhirnya ketika pihak yang ingin menceraikan mengajukan gugatan berujung pada perceraian ghaib yang mana dalam hal tersebut penggugat dapat mengajukan gugatan kepada tergugat yang tidak diketahui keberadaannya. Sidang perceraian gaib hanyalah berlaku untuk perceraian agama Islam untuk situasi dimana si tergugatnya tidak diketahui alamat atau keberadaannya. Dalam hukum Islam terdapat fasakh karena suami ghaib yang kemudian hal tersebut tentu saja akan menyulitkan kehidupan istri yang ditinggalkan, terutama bila suami tidak bertanggungjawab meninggalkan nafkah bagi kehidupan istri dan anak-anaknya. Terdapat hal yang menjadi syarat mutlak dalam mengajukan surat gugatan cerai ghaib yaitu, melampirkan surat keterangan ghaib yang dikeluarkan oleh lurah di alamat terdahulu tergugat. Dalam kasus perceraian ghaib yang telah diputus oleh Pengadilan Bima melalui putusan nomor 656/ ini, pemicu ghaibnya tergugat adalah dikarenakan sering terjadinya perselisihan dan pertengkaran yang berujung pada KDRT hingga perginya tergugat dari rumah. Meskipun ghaibnya suami kurang dari 2 tahun namun hakim mempunyai ijtihad sendiri yang menitikberatkan pada terjadinya pertengkaran dan perselisihan sebagaimanapun dalam pasal 116 huruf f Kompilasi Hukum Islam KHI sebagai alasan yang cukup dijadikan bukti yang kuat untuk bercerai, yang mana diantara keduanya sudah dalam suasana yang tidak tentram, tidak terbina dengan baik. Beberapa akibat hukum yang terjadi akibat adanya perceraian ghaib pada kasus tersebut di antaranya adalah memberikan kepastian status bagi pihak yang ditinggalkan. Selain itu, akibat hukum dari cerai ghaib yaitu tentang hak asuh anak yang mana jika dimohonkan oleh penggugat, maka hak asuh akan jatuh Verstek Jurnal Hukum Acara. 72 101-133 15 kepada tangan penggugat, kemudian secara umum harta yang ada dalam perkawinan tersebut jatuh ke tangan penggugat, dikarenakan ketidakjelasan keberadaan tergugat. Saran Untuk mewujudkan ketertiban dan ketaatan hukum dalam proses perceraian gaib ini, banyak hal yang penting untuk dibenahi dalam proses ini terutama dalam rangka perbaikan dan perubahan atas aturan yang telah berlaku, Sehingga dalam hal ini untuk mewujudkan keteraturan terhadap aturan tentang perceraian khusunya yang berstatus gaib, maka perlunya untuk memberikan rekomendasi penelitian sebagai wujud dari hasil penelitian yang telah dilakuakan antara lain 1 Mengingat proses perceraian merupakan sesuatu hal yang sangat sensitif terutama dalam rangka memutuskan kehidupan rumah tangga, diharapkan proses cerai gaib harus benar-benar dibuktikan pokok perkaranya, terutama pada beban pembuktian yang terkesan sama dengan pembuktian pada perceraian biasa, sehingga mampu mempengaruhi pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara tersebut. 2 Aturan terhadap proses cerai gaib sebaiknya diatur secara khusus dalam proses peradilan perdata di Pengadilan Agama karena dalam kenyataannya pada saat proses persidangan cerai gaib disamakan dengan proses perceraian biasa, sehingga pada pertimbangan hakim dan putusan akhir terkesan tidak ada perbedaan dengan proses perceraian biasanya. 3 Hendaknya proses putusan verstek dalam sidang cerai gaib sebaiknya ditinjau kembali, karena tujuan putusan verstek yang sebenarnya tidak bersesuaian dengan alasan pertimbangan hakim. Begitu juga dengan proses pemanggilan para pihak dalam cerai gaib, penting untuk melakukan perubahan terhadap tata cara pemanggilan yang masih menggunakan pola lama yang sudah tidak sesuai dengan perkembangan zaman. Sehingga hal ini berdampak pada tidak hadirnya tergugat yang pada kenyataannya ada yang sebenarnya masih dapat dideteksi keberadaanya. Hal demikian ini justru mengakibatkan adanya putusan yang dilakukan secara sepihak yang sudah pasti dapat memberikan implikasi terhadap pihak yang merasa di rugikan dengan putusan majelis hakim E-ISSN 2355-0406 16 References Book Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Indonesia Menurut Perundangan Hukum Adat Hukum Agama, Bandung CV Mandar Maju, 2007 A. Rofiq, Hukum Perdata Islam Di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2013 Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta PT Raja Grafindo Persada,2003 , Cet Ke- 6 Peter Mahmud Marzuki. 2015. Penelitian Hukum. Jakarta Kencana Prenanda MediaGroup. Subekti, Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta Internusa, 1985 Muhammad Ali As-Shabuni, Hukum Waris Dalam Syariâat Islam, Surakarta Diponegoro, 1992 Mahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta Yayasan penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qurâan, 1973 Abdul Ghofur Anshori, Hukum Perkawinan Islam Perspektif Fikih dan Hukum Positif, Yogyakarta UII Press,2011 M. Abdul Mujieb, Mabruri Tholhah dan Syafiâah AM, Kamus Istilah Fikih, Jakarta Pustaka Firdaus, 1994 . Uswatun Hasanah, âProses Penyelesaian Perkara Cerai Ghaib Di Pengadilan Agamaâ, majalah keadilan, volume 18, nomor 2, desember 2018. Journal article Jamaluddin T, Efektivitas Pemanggilan Ghaib Terhadap Perkara Perceraian Di Pengadilan Agama, Studi Kasus pada Pengadilan Agama Kelas 1 A Watampone, Jurnal Al-Adalah Vol. 3, No. I , Januari 2018 Nurhayati Hasan dan Ishak A, Putusan Hakim Atas Perceraian Salah Satu Pihak Gaib Dan Implikasinya Terhadap Para Pihak Di Pengadilan Agama Limboto, Jurnal Ilmiah Al-Jauhari JIAJ Studi Islam dan Interdisipliner Volume 3 No 2 September 2018 Munadi R, Analisa Yuridis Akibat Hukum Perceraian Ghoib Dalam Pandangan Hukum Islam Dan Undang-Undang Perkawinan, Studi Pada Putusan Nomor 130/ / Jurnal Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Mataram 2021 Link/website diakses pada 23 Juni 2022 Hari kamis Pukul WIB. Other Verstek Jurnal Hukum Acara. 72 101-133 17 Indonesia, Instruksi Presiden Republik Indonesia Tentang Kompilasi Hukum Islam, Inpres Nomor 1 Tahun 1991 Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Putusan Nomor 656/ Kompilasi Hukum Islam Muhammad Syaifuddin, dkk, Abdurrahman, Emmafatri, Hakim Pengadilan Agama Medan, 27 Desember 2019 ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Ali As-ShabuniHukum Waris Dalam SyariMuhammad Ali As-Shabuni, Hukum Waris Dalam Syari"at Islam, Surakarta Diponegoro, 1992Yayasan penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qur"anMahmud YunusMahmud Yunus, Kamus Arab Indonesia, Jakarta Yayasan penyelenggara Penterjemah/Penafsir Al-Qur"an, 1973Abdul MujiebMabruri Tholhah DanSyafiM. Abdul Mujieb, Mabruri Tholhah dan Syafi"ah AM, Kamus Istilah Fikih, Jakarta Pustaka Firdaus, 1994.Proses Penyelesaian Perkara Cerai Ghaib Di Pengadilan AgamaUswatun HasanahUswatun Hasanah, "Proses Penyelesaian Perkara Cerai Ghaib Di Pengadilan Agama", majalah keadilan, volume 18, nomor 2, desember 2018. Journal articlePeraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang PerkawinanRepublik IndonesiaRepublik Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Saya seorang laki-laki dengan umur 37 dan telah menikah dengan di karuniai 3 anak laki-laki dengan 12 tahun usia perkawinan. Namun sudah 1 1/5 tahun ini istri saya diambil orang tuanya dan meninggalkan saya tanpa seizin dan sepengetahuan saya dan keluarga besar saya. Nah yang ingin saya tanyakan adalah 1 Apakah saya bisa mengurus perceraian tanpa harus datang ke kota istri, mengingat tempat pernikahan saya terjadi di kota istri? 2 Berapa lamakah proses perceraian mulai dari masuknya data hingga sampai selesai? 3 Adakah proses perceraian yang cepat tanpa harus mondar-mandir? Terima kasih atas pertanyaan kami turut prihatin terhadap masalah yang Anda hadapi saat ini. Perceraian hendaknya menjadi jalan terakhir setelah semua upaya penyelesaian perselisihan antara suami-istri telah Kompetensi Relatif Pengadilan yang Memproses Gugatan CeraiPengaturan masalah perceraian di Indonesia terdapat dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan âUU Perkawinanâ dan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 âPP 9/1975â sebagai peraturan pelaksananya. Berdasarkan Pasal 38 UU Perkawinan, perkawinan dapat putus karena kematian, perceraian, dan atas keputusan pengadilan. Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri lihat Pasal 39 ayat [2] UU Perkawinan.Dalam hukum Indonesia dibedakan cara mengajukan gugatan cerai. Bagi yang beragama Islam, gugatan cerai oleh istri dan permohonan talak oleh suami diajukan ke pengadilan agama. Sedangkan, bagi yang beragama selain Islam, gugatan cerai diajukan ke pengadilan negeri. Penjelasan mengenai hal ini dapat Anda simak dalam artikel Bagaimana Mengurus Perceraian Tanpa Advokat?Berdasarkan Pasal 14 PP 9/1975, seorang suami yang telah melangsungkan perkawinan menurut agama Islam, yang akan menceraikan isterinya, mengajukan surat kepada pengadilan di tempat tinggalnya, yang berisi pemberitahuan bahwa ia bermaksud menceraikan isterinya disertai dengan alasan-alasannya serta meminta kepada Pengadilan agar diadakan sidang untuk keperluan itu. Di dalam penjelasan Pasal 14 PP 9/1975 dikatakan bahwa pasal ini mengatur tentang cerai talak. Cerai talak adalah cerai yang dijatuhkan oleh suami di depan pengadilan yang dikenal dalam hukum Islam. Penjelasan lebih lanjut mengenai cerai talak dapaat Anda simak dalam artikel Cerai Karena Gugatan dan Cerai Karena Talak. Mengacu pada pasal tersebut, jika Anda beragama Islam, maka Anda dapat mengajukan surat permohonan yang menerangkan bahwa Anda bermaksud menceraikan istri Anda ke pengadilan di daerah tempat tinggal Anda. Pengadilan yang dimaksud adalah pengadilan agama di daerah tempat tinggal Anda. Jadi, Anda tetap dapat memproses perceraian Anda tanpa harus ke kota tempat istri Anda tinggal saat pengadilan agama yang bersangkutan mempelajari isi surat tersebut dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari memanggil Anda dan juga istri untuk meminta penjelasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan maksud perceraian itu lihat Pasal 15 PP 9/1975.Seperti yang kami sebutkan tadi, bagi yang beragama selain Islam, gugatan cerai dilakukan ke pengadilan negeri. Dalam hal ini, menurut Pasal 20 ayat 1 PP 9/1975, gugatan perceraian diajukan oleh suami atau isteri atau kuasanya kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kediaman tergugat. Jadi, apabila Anda beragama selain Islam, maka gugatan diajukan diajukan ke pengadilan tempat kediaman tergugat, dalam hal ini pengadilan di wilayah tempat tinggal istri Anda saat lanjut dikatakan oleh Pasal 20 ayat 2 UU 9/1975, dalam hal tempat kediaman tergugat tidak jelas atau tidak diketahui atau tidak mempunyai tempat kediaman yang tetap, gugatan perceraian diajukan ke Pengadilan di tempat kediaman dari ketentuan tersebut dapat diketahui bahwa apabila Anda beragama selain Islam, maka Anda memang harus mengajukan gugatan cerai ke pengadilan di wilayah tempat tinggal Istri Anda selaku tergugat saat ini. Anda bisa mengajukan gugatan cerai tanpa perlu ke kota tempat tinggal istri Anda hanya dalam hal tempat tinggal istri Anda tidak jelas atau tidak memiliki kediaman yang mengatakan bahwa sudah 1 1/5 tahun istri Anda pergi meninggalkan Anda tanpa alasan yang jelas. Apabila nantinya jangka waktu tersebut menjadi 2 dua tahun, maka berdasarkan Pasal 21 ayat 1 PP 9/1975, gugatan perceraian karena alasan salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 dua tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuannya diajukan kepada Pengadilan di tempat kediaman penggugat, yakni kediaman Anda. Dengan demikian, Anda dapat mengajukan gugatan cerai di daerah tempat tinggal Anda tanpa harus ke kota tempat istri Anda tinggal sekarang asalkan dengan alasan perceraian Jangka Waktu Pemeriksaan GugatanUntuk menjawab pertanyaan Anda berikutnya mengenai lamanya waktu proses pengajuan gugatan cerai ke pengadilan hingga adanya putusan, maka kami akan merujuk pada pendapat Prof. H. Hilman Hadisukuma, dalam bukunya yang berjudul Hukum Perkawinan Indonesia hal. 175. Menurut Hilman, selambat-lambatnya 30 tiga puluh hari setelah diterima berkas/surat gugatan perceraian, pemeriksaan gugatan perceraian dilakukan oleh hakim. Dalam menetapkan waktu persidangan untuk memeriksa gugatan perceraian perlu diperhatikan tenggang waktu pemanggilan dan diterimanya panggilan oleh penggugat maupun tergugat atau kuasa mereka. Apabila tergugat bertempat kediaman di luar negara, maka sidang pemeriksaan gugatan ditetapkan sekurang-kurangnya enam bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian itu pada kepaniteraan pengadilan Pasal 29 ayat [1] ayat [3] PP 9/1975. Sebagaimana yang pernah dijelaskan sebelumnya dalam artikel Bagaimana Mengurus Perceraian Tanpa Advokat?, pada umumnya proses perceraian akan memakan waktu maksimal 6 enam bulan di tingkat pertama, baik di Pengadilan Negeri maupun di Pengadilan Agama. Penjelasan lebih lanjut mengenai hal ini dapat Anda simak dalam artikel Proses Perceraian yang CepatUntuk menjawab pertanyaan Anda mengenai adakah proses perceraian yang cepat tanpa harus mondar-mandir, dengan ini kami berpendapat bahwa hal tersebut bergantung pada proses di pengadilan tempat diperiksanya gugatan perceraian tersebut. Kami telah menjelaskan bahwa Anda dapat mengajukan gugatan cerai ke pengadilan di daerah tempat tinggal Anda asalkan didasarkan karena alasan yang telah kami sebutkan di atas. Dengan demikian, Anda tidak perlu bolak-balik mengurus perceraian dari daerah tempat tinggal Anda ke daerah tempat dilangsungkannya perkawinan Anda/tempat tinggal istri Anda itu, UU Perkawinan maupun peraturan pelaksananya juga tidak membatasi secara mutlak jangka waktu pemeriksaan suatu gugatan cerai, kecuali apabila tergugat bertempat kediaman di luar negeri yang mana gugatan perceraian diajukan kepada pengadilan di tempat kediaman penggugat, maka sidang pemeriksaan gugatan perceraian ditetapkan sekurang-kurangnya 6 enam bulan terhitung sejak dimasukkannya gugatan perceraian pada kepaniteraan pengadilan lihat Pasal 29 ayat [3] jo. Pasal 20 ayat [3] PP 9/1975. Namun, biasanya proses perceraian itu memakan waktu maksimal 6 enam bulan sebagaimana yang telah kami sebutkan di Pasal 34 ayat 2 PP 9/1975, suatu perceraian dianggap terjadi beserta segala akibat-akibatnya terhitung sejak saat pendaftarannya pada daftar pencatatan kantor pencatatan oleh Pegawai Pencatat, kecuali bagi mereka yang beragama Islam terhitung sejak jatuhnya putusan Pengadilan Agama yang telah mempunyai kekuatan hukum yang jawaban dari kami, semoga hukum1. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan2. Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan ReferensiHilman Hadikusuma. 1990. Hukum Perkawinan Indonesia. Mandar Maju Bandung.